Muncul Usulan Tes Keperawanan Bagi Wanita yang Akan Menikah, Katanya Buat Kurangi Perceraian
Jumat, 27 September 2019
Edit
Loading...
Loading...
Apa yang ada di benakmu saat tahu bahwa ada usulan baru soal
syarat menikah, yakni melakukan tes keperawanan bagi wanita?
Kalau merasa usulan tersebut terlalu berlebihan karena
menyangkut privasi seseorang, kamu adalah satu dari sekian juta wanita yang
berpikiran hal yang sama.
Selama ini, belum ada satu pun negara yang memberlakukan
aturan tersebut karena memang sifatnya yang sangat personal.
Tapi seorang hakim Indonesia bernama Binsar Gultom
mengusulkan pengadaan tes keperawanan untuk mengurangi angka perceraian.
Sebagaimana dilaporkan Antara News, usulan yang tertuang
dalam bukunya yang berjudul ‘Pandangan Kritis Seorang Hakim’, jelas langsung
menuai kontroversi.
Usulan ini menimbulkan pro kontra dari berbagai pihak. Nah
sebelum kamu beropini macam-macam, yuk simak dulu ulasan berikut ini!
Kasus perceraian yang
tinggi di Indonesia jadi alasan kuat hakim Binsar Gultom mengusulkan tes
keperawanan bagi wanita sebelum menikah
Hakim yang dikenal dari keterlibatannya menangani kasus kopi
sianida Jessica Wongso ini memaparkan alasan perlunya tes keperawanan
dilakukan, yakni untuk menekan angka perceraian di Indonesia.
Dilansir dari Detik, Binsar memaparkan data dari Badan
Peradilan Agama Mahkamah Agung, dari 2 juta pernikahan di Indonesia, 300 ribu
di antaranya bercerai dengan berbagai alasan, salah satunya karena
keterpaksaan.
Perkawinan yang dilandasi keterpaksaan ini banyak terjadi
karena hamil di luar nikah.
Adanya tes tersebut, menurut Binsar secara otomatis akan
meminimalisir pernikahan akibat keterpaksaan sehingga tingkat perceraian pun
ikut berkurang.
Tidak hanya wanita,
para lelaki juga diusulkan menjalani tes keperjakaan sebelum memutuskan
menikah. Memangnya bisa?
Agar tidak terjadi diskriminasi, seperti dikutip Detik,
Binsar juga mengusulkan adanya tes keperjakaan bagi para calon pengantin pria.
Ia meminta para ahli kedokteran melakukan penelitian terkait
prosedur untuk mengetahui apakah seorang lelaki masih atau sudah tidak perjaka.
Menurutnya dengan teknologi kedokteran yang sudah modern
seperti sekarang, pasti cara itu bisa ditemukan.
Dirinya juga yakin bahwa hal itu bisa mencegah bibit-bibit
perceraian timbul di kemudian hari apalagi kalau ternyata si istri baru tahu
kalau keperjakaan suaminya terenggut di dunia malam atau rumah pelacuran.
Namun usulan tes yang
dimaksud bukan sebuah ketentuan pakem dari negara yang mana setiap calon
pengantin harus melalui prosedur resmi, tapi lebih ke arah keputusan internal
keluarga
Usulan ini tidak secara langsung diajukan kepada pemerintah
selaku pembuat kebijakan. Binsar sendiri menyadari kalau tes keperawanan atau
keperjakaan ini sifatnya sangat privat sehingga sangat tidak mungkin kalau
penerapannya diatur langsung oleh negara.
Usulan ini lebih diarahkan kepada keluarga yang
bersangkutan, apakah menghendaki adanya tes tersebut pada anggota keluarga
mereka yang mau menikah.
Orang tua diminta untuk memastikan apakah anak-anaknya
menikah benar-benar atas dasar cinta dan ketulusan, bukan untuk menutupi aib.
Kalau memang masih ragu, para orangtua bisa melibatkan tim
medis. Saat inilah orang tua bisa mengukur tingkat keseriusan anaknya.
Bila ada indikasi keterpaksaan, lebih baik jangan diteruskan
karena rawan bercerai.
Selain tes
keperawanan atau keperjakaan, ada beberapa hal yang menurut Binsar bisa
dilakukan untuk menekan angka perceraian di Indonesia
Tes keperawanan atau keperjakaan bukan satu-satunya cara
yang bisa dilakukan untuk menekan angka perceraian di Indonesia.
Binsar juga menyebut beberapa faktor lain seperti menaikkan
syarat usia calon pengantin. Laki-laki dari 19 tahun jadi 25 tahun dan
perempuan dari 16 tahun jadi 21 tahun.
Menurutnya, pernikahan yang dilakukan terlalu dini akan
mudah memicu perceraian karena kedua mempelai belum dewasa mengambil keputusan.
Kedua, karena kondisi ekonomi juga sering menjadi alasan
bercerai, memiliki pekerjaan jadi hal yang bisa diwajibkan bagi salah satu atau
kedua calon pengantin.
Selain itu, syarat poligami juga harus diperketat, yang
sebelumnya hanya perlu izin dari istri pertama, tapi selanjutnya suami yang
akan poligami harus benar-benar memastikan bisa berlaku adil bagi istri-istri
dan anak-anaknya. Bagi yang tidak bisa adil akan diberi sanksi hukum.
Usulan Binsar ini memang menimbulkan pro kontra karena
dinilai akan melanggar privasi seseorang. Kalau menurut kalian gimana, setuju
atau nggak?
Sumber: islamidia.com
Loading...
